Sumber gambar http://ciricara.com/wp-content/uploads/2013/01/ciricara.com-farhat_abbas_dilaporkan_ke_polisi.jpg
|
Siapa yang tidak
kenal calon presiden muda Farhat Abbas?
Jika sedikit saja kawan-kawan sering lihat TV gosip maka
akan tak asing dengan nama Lawyers yang relatif muda itu, konon dia mencalonkan sebagai presiden muda dengan Trade Merk “Sumpah pocong”, dan gaya
lugas yang sering menimbulkan kontraversi nya, misal saja saat pengunaan istilah
berbau “rasis” dalam Tweet nya, sehingga sampai diperdbatkan dalam salah satu
TV swasta di Indonesia yang
mendatangkannya dan Anton Medan sebagai pihak yang merasa risih, dari acara
“debat” itu lah saya baru tahu bahwa
tokoh muda yang satu ini memang sering mengunakan media sosial khususnya
Twiteer sebagai sarana untuk menyalurkan
ide, saya pun memfollow twiter @ farhatabbaslaw, singkat cerita banyak
tweet-tweet menarik yang d tuliskannya.
Dari beberapa
kicauan-kicauan yang menarik nan
inspiratif dari twiter Farhad Abbas, ada salah satu tweet yang dirasa menarik untuk dibahas, yaitu tweet
pada (28/02/2013) yang berbunyi
:
Dicari/terima rakyat yg mau menjadi Petrus
koruptor! (penembak misterius para koruptor! Yg bikin RI sengsara!) saat gue
jadi Presiden nanti!
Jika ditelaah
dari isi twiteer diatas maka
prinsipnya Farhad Abas ingin menunjukan
bahwa dia adalah salah satu sosok yang anti korupsi dan sangat muak terhadap
para koruptor. Tapi justru disinilah letak permasalahannya, karena andai Farhad
Abbas bukan lah lawyer maka ide
itu akan
tetap merdu didengar sebagai semangat anti korupsi, akan
tetapi sebagai lawyer
pendapat tersebut terasa timpang, sebab dengan ide Petrus, seolah Farhad Abbas mensepakati
upaya-upaya non-legislasi alias peradilan
jalanan.
Istilah petrus
(penembak misterius) populer pada masa Orede baru, sederhananya pada waktu itu
seorang yang diduga brandal-brandal ditembak secara misterius, modusnya
bermacam-macam namun motifnya hanya satu yaitu menghabisi seseorng yang
dianggap brandal-branadal. Karena konon hanya orang-orang yang terstigma negatif yang
dihabisi oleh petrus maka tidak sedikit orang yang mendukung eksestensi nya hal
itu tak lain karena kehadiran petrus dianggap efektif sebagai upaya preventif dan represif dalam mempersempit ruang gerak para kriminal, namun
tidak sedikt pula yang anti terhadap keberadaan petrus,
sebab kehadiran petrus ini dianggap sebagai cikal bakal peradilan jalanaan
bahkan rawan menjadi peradilan politik.
Dalam tataran
hukum pidana pengunaan petrus sebagai
solusi pencegahan kejahatan itu tentu tidak dapat dibenarkan hal itu menginggat Indonesia adalah salah satu
pengguna sistem hukum Due
Sistem Model (DPM) yang secara sederhana dalam konteks ini dapat dipahami sebagai sistem
hukum yang selain
berorientasi keadilan juga melindungi hak-hak para
tersangka, setidaknya hal
itu tergambarkan dan sering kita dengar dalam
asas-asanya, misalnnya saja asas presumption of innocence
atau Praduga tak bersalah,
dari terminologinya saja sudah jelas bahwa asas ini dapat menyatakan bahwa
seseorang yang diduga belum
dapat dikatakan bersalah sebelum adanya putusan peradilan (inkracht), sehingga dalam pendekatan saja eksestensi petrus tidak dapat dibenarkan alias sudah tidak layak lagi di Indonesia yang
demokrasi ini, hal
itu belum lagi ditinjau dari sudut pandang
konstitusi yang menyangkut Hak Asasi
Manusia (HAM). Maka sudah pasti pengunaan ide petrus untuk
membasmi koruptor itu bakal masuk tong sampah dan terkenang sebagai sejarah kelam.
Akan
tetapi terlepas dari persoalan unkonstitusionalnya pendapat Farhad Abbas dalam
Twitternya mengenai petrus tersebut
setidaknya dapat mewakili jutaan
masyarakat yang muak terhadap elit –elit
pelaku korupsi (koruptor). Dan ide
tersebut dapat dipahami sebagai semangat
capres muda Farhad Abbas dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sehingga dengan berfikir positif penulis
lebih memposisikan ide capres muda mengenai petrus itu tak lebih sebagai gaya politk satire sarkasme.
No comments:
Post a Comment