(17/12/2012)
Siapa yang tak tahu Aceng?
Asal sering lihat berita di TV atau media massa saja pasti kita tahu siapa Aceng, Ya, Aceng adalah bupati
Garut yang karena Nikah sirih dengan Gadis bernama Fani Oktora, wanita muda 18
tahun yang diceraikan 4 hari setelah menikah siri dengannya. Dari penceraian
singkat dengan istri mudanya itu seolah Aceng sebagai orang yang tak beretika,
sehingga dianggap layak untuk diberhetikan secara tak terhormat. Tapi justru etiskah
kita menghakimi Aceng dengan mestigma
negatif karena penceraiannya tersebut? apakah kita berfikir bahwa:
1.
Aceng Nikah Siri, Tidak Etis?
Aceng
tidak etis karena sebagai gubenur melakukan nikah siri, benarkan yang demikian
itu tidak etis? Atas dasar apa? inilah keambiguan pertama, sebab jika dipahami
secara mendasar bahwa penikahan adalah pemasalahan prdata sedangkan masalah
pemerintahan (bupati) adalah masalah ketatanegaraan. Sehingga tidak dapat dikait-kaitkan secara berlebihan,
apalagi dalam keyakinan agama keduabelah pihak pernikahan siri tersebut tidak
dipermasalahkaan dan konon dilakukan sesuai prosedur yang ada.
2.
Aceng Menikahi Gadis Muda, Tidak etis?
Sudah
terjawab, setidaknya jika kita mengacu pada
Undang-undang Republik Indonesia Nomer 1 Tahun 1974, pasal 47 yang
tersirat bahwa dibawah 18 tahun harus dibawah kekuasaan orang tua, sedangkan
dalam kasus Aceng yang nikah dengan Fani Oktora telah beusia 18 Tahun dan diketahui
keluargannya. Sehingga tidak ada lasan
yang kuat dalam hal ini untuk melarang Aceng.
3. Aceng
Menikah hanya 4 Hari, Tidak Etis?
Benar,
jika Aceng dari pertama melakukan pernikahan siri sudah ada niatan untuk melakukan
pernikahan hanya 4 hari maka Aceng bisa
dikatakan Berengsek dan tidak etis, karena telah mempermainkan nilai-nilai
kemanusiaan dan anugrah tuhan, akan tetapi jika permasalahan itu muncul
dikarenakan perbedaan/penghianatan prinsipal yang telah disepakati sejak awal
pernikahan, maka perceraian adalah suatu yang lumrah walau misal 1 hari pun.
No comments:
Post a Comment