Oleh:Machmud Aziz,SH,MH
1. Dalamsejarah perundang-undangan Indonesia, jenis dan tata urutan (susunan) peraturanperundang-undangan belum pernah dituangkan dalam suatu instrumen hukum yangtermasuk jenis peraturan perundang-undangan, secara teratur dan komprehensif.Dalam UU No.1/1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yangDikeluarkan oleh Pemerintah Pusat (dikeluarkan berdasarkan UUD 1945) dan UUNo.2/1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang PenerbitanLembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan Mengumumkandan Mulai Berlakunya UU Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-UndangFederal (dikeluarkan berdasarkan KRIS 1949)[2] memang diatur mengenai mengenai jenis-jenis peraturan perundang-undangan namunbelum ditata secara hirarki berdasarkan teori stufen (jenjang) normahukum Hans Kelsen/Hans Nawiasky. Demikian pula dalam Surat Presiden kepada DPRNo.2262/HK/59 tanggal 20 Agustus 1959 tentang Bentuk Peraturan-PeraturanNegara, dan Surat Presiden kepada DPR No.2775/HK/59 tanggal 22 September1959 tentang Contoh-Contoh Peraturan Negara, serta Surat Presiden kepadaDPR No.3639/HK/59 tanggal 26 Nopember 1959 tentang Penjelasan Atas BentukPeraturan Negara, jenis peraturan perundang-undangan yang disebutkan dalamSurat-surat tersebut tidak ditata secara hirarkis. Misalnya PeraturanPemerintah (PP) diletakkan di atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang(Perpu).
2. Setelahtumbangnya pemerintahan orde lama pada tahun 1966, DPR-GR pada tanggal 9 Juni1966 mengeluarkan memorandum yang diberi judul Memorandum DPR-GR MengenaiSumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan PeraturanPerundang-undangan Republik Indonesia. Dalam Memorandum DPR-GR tersebutberisi : a. Pendahuluan yang memuat latar belakang ditumpasnya pemberontakanG-30-S PKI; b. Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia; c. Bentuk dan TataUrutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia; dan d. Bagan/SkemaSusunan Kekuasaan di Dalam Negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR inikemudian dalam Sidang MPRS Tahun 1966 (20 Juni – 5 Juli 1966) diangkat menjadiKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia NomorXX/MPRS/1966 (disingkat TAP MPRS No.XX/MPRS/1966). Dalam Bentuk dan Tata UrutanPeraturan Perundang-undangan Republik Indonesia (Lampiran Bagian II) dimuatsecara hirarkis jenis peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1. UUD 1945;
2. Ketetapan MPR(TAP MPR);
3. Undang-Undang/PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
4. PeraturanPemerintah;
5. KeputusanPresiden;
6. Peraturan-peraturanPelaksanaan lainnya seperti :
- Peraturan Menteri;
- InstruksiMenteri;
- dan lain-lainnya.
TAP MPRS ini dalam Sidang MPR tahun 1973 dan MPR Tahun 1978dengan TAP MPR No.V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978 akan disempurnakan.Namun sampai dengan runtuhnya pemerintahan orde baru TAP MPRS tersebut tetap tidakdiubah walaupun di sana sini banyak menimbulkan kontroversi khususnya dalamjenis dan tata urutan peraturan perundang-undangannya.
3. Setelah runtuhnya Pemerintahan Orde Baruyang dimulai dengan berhentinya Presiden Soeharto tanggal 21 Juli 1998 yangmenyerahkan kekuasaannya kepada Presiden Habibie, kemudian dilanjutkan denganSidang Istimewa (SI) MPR pada tahun yang sama, dan dilanjutkan dengan SidangUmum (SU) MPR tahun 1999 (hasil Pemilu 1999), kemudian dilanjutkan denganSidang Tahunan MPR tahun 2000, barulah MPR menetapkan TAP MPR No.III/MPR/2000tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan sebagaipengganti TAP MPRS No. XX/MPRS/1966. Jenis dan tata urutan (susunan) peraturanperundang-undangan yang diatur dalam Pasal 2 TAP MPR No.III/MPR/2000 adalah:
1. UUD-RI;
2. Ketetapan(TAP) MPR;
3. Undang-Undang(UU);
4. PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
5. PeraturanPemerintah (PP);
6. KeputusanPresiden (Keppres); dan
7. Peraturan Daerah(Perda).
(1) Sesuai dengantata urutan peraturan perundang-undangan ini, maka setiap aturan hukum yanglebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi.
(2) Peraturan atauKeputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, menteri, Bank Indonesia,badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh bertentangandengan ketentuan yang termuat dalam tata urutan peraturan perundang-undanganini.
1. Peraturan Mahkamah Agung (walaupunbersifat pseudowetgeving);
2. Keputusan KepalaBPK yang bersifat pengaturan (regeling);
3. Peraturan Bank Indonesia;
4. KeputusanKepala/Ketua LPND yang bersifat pengaturan (regeling);
5. Keputusan Menteriyang bersifat pengaturan (regeling), yang didasarkan pada kewenanganderivatif/delegatif yang diberikan oleh Presiden, UU/PP.
1. UUD-RI;
2. Ketetapan MPR;
3. Undang-undang (UU)/PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
4. Peraturan Pemerintah;
5. Keppres dan Keputusan Ketua BPK yangbersifat pengaturan (regeling);
6. Peraturan Bank Indonesia[3]
7. Keputusan Menteri (Kepmen) yangbersifat pengaturan (regeling) :
8. Keputusan Ketua/KepalaLPND/Komisi/Badan yang bersifat pengaturan (regeling);
9. Peraturan Daerah Propinsi;
10. Keputusan Gubernur Propinsi yangbersifat pengaturan (regeling);
11. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
12. Keputusan Bupati/Walikota yangbersifat pengaturan (regeling); dan
13. Peraturan Desa (Perdesa).[4]
4. BerdasarkanKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.I/MPR/2003tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatRepublik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002 (selanjutnyadisingkat TAP MPR No.I/MPR/2003) yang berisi peninjauan kembali (legislativereview) terhadap lebih dari 130 TAP MPR (S) dalam Pasal 4 TAP MPR tersebutdikatakan bahwa antara lain : TAP MPR No. III/MPR/2000 tetap berlaku sampaidengan terbentuknya undang-undang. Menjadi pertanyaan kita UU apa yang akanmenggantikannya. Berdasarkan penapsiran sebagaimana tersebut diatas, maka UU yangdimaksud menurut hemat penulis ada dua yaitu : UU tentang Mahkamah Konstitusi(UU No. 24/2003) dan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangandisingkat UU-P3 (UU No. 10/2004). Setelah lahirnya UU-P3 sebagai pengganti(bukan mencabut) TAP MPR No. III/MPR/2000, maka berdasarkan Pasal 7 UU-P3 danPenjelasannya ditambah juga interpretasi seperti diatas, maka jenis dan tataurutan/susunan (hirarki) peraturan perundang-undangan sekarang adalah sebagaiberikut :
1. UUD-RI (tanpaembel-embel 1945, karena esensinya sudah berubah sama sekali setelah dilakukanamandemen sebanyak empat kali dibandingkan dengan UUD 1945, dan perubahan yangterjadi lebih dari 90%, sehingga menurut Penulis lebih baik disebutUndang-Undang Dasar Republik Indonesia, disingkat (UUD-RI);
2. TAP MPR (ke depanmungkin tidak akan dikeluarkan lagi bentuk TAP MPR sebagai jenis peraturanperundang-undangan karena MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negarapemegang kedaulatan rakyat melainkan sekedar sebagai lembaga negara yangbersifat “forum” yang eksis kalau ada joint session antara DPR dan DPD);
3. Undang-undang(UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
4. PeraturanPemerintah (PP);
5. PeraturanPresiden (Perpres) dan Peraturan lembaga negara atau organ/badan negara yangdianggap sederajat dengan Presiden antara lain : Peraturan Kepala BPK,Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), PeraturanMahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan Komisi Yudisial,
6. Peraturan Menteri(Permen) sepanjang diperintahkan atau didelegasikan secara tegas oleh peraturanperundang-undangan di atasnya.
7. Peraturan KepalaLPND/Komisi/Badan/atau Peraturan Ditjen suatu Departemen, sepanjangdiperintahkan atau didelegasikan secara tegas oleh peraturan perundang-undangandi atasnya;
8. Peraturan DaerahPropinsi;
9. PeraturanGubernur Propinsi;
10. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
11. Peraturan Bupati/Walikota;
12. Peraturan Desa (Perdesa).
No comments:
Post a Comment